Selasa, 16 Agustus 2022

Hikmah Sebagai Jalan Dakwah

Kaidah ketiga: Dakwah dengan hikmah Hikmah adalah tepat dalam perkataan, perbuatan dan keyakinan, serta meletakkan sesuatu pada tempatnya yang sesuai. Allah berfirman,
Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125). Ada tiga contoh hadits yang menunjukkan hikmah dalam berdakwah dari Nabi g. Hadits pertama, dari Mu’awiyah bin Hakam As- Sulamiy ia berkata, “Aku ketika itu shalat bersama Nabi  lalu ada seseorang yang bersin dan ketika itu aku menjawab ‘yarhamukallah’ (semoga Allah merahmatimu). Lantas orang-orang memalingkan pandangan kepadaku. Aku berkata ketika itu, “Aduh, celakalah ibuku! Mengapa Anda semua memandangku seperti itu?” Mereka bahkan menepukkan tangan mereka pada paha mereka. Setelah itu barulah aku tahu bahwa mereka menyuruhku diam. Lalu aku diam. Tatkala Rasulullah selesai shalat—ayah dan ibuku sebagai tebusanmu (ungkapan sumpah Arab)—aku belum pernah bertemu seorang pendidik sebelum dan sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah! Beliau tidak menghardikku, tidak memukul, dan tidak memakiku. Beliau bersabda saat itu, ‘Sesungguhnya shalat ini, tidak pantas di dalamnya ada percakapan manusia, karena shalat itu hanyalah tasbih, takbir, dan membaca Al-Qur’an.’” (HR. Muslim, no. 537). 

Hadits kedua adalah hadits riwayat Abu Daud disebutkan bahwa Abu Bakrah rukuk sebelum masuk shaf, kemudian ia berjalan menuju shaf. Ketika Nabi selesai shalat, beliau berkata, “Siapa di antara kalian yang tadi rukuk sebelum masuk shaf lalu ia berjalan menuju shaf?” Abu Bakrah mengatakan, “Saya.” Nabi bersabda, “Semoga Allah memberikan terus semangat padamu. Namun seperti itu jangan diulangi.” (HR. Abu Daud, no. 684. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih). 

Hadits ketiga, dari Anas bin Malik , beliau berkata, “Ada seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat menghardiknya. Namun Nabi g melarang tindakan para sahabat tersebut. Tatkala orang tadi telah menyelesaikan hajatnya, Nabi g lantas memerintah para sahabat untuk mengambil air, kemudian bekas kencing itu pun disiram.” (HR. Bukhari, no. 221 dan Muslim, no. 284).

Demikian sobat jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang ingin ditanyakan, silahkan berkomentar ya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa