Bentuknya adalah seseorang membeli sesuatu pada yang lain dengan tempo, namun barang tersebut belum diserahkan. Ketika jatuh tempo, barang yang dipesan pun belum jadi. Ketika itu si pembeli berkata, “Jualkan barang tersebut padaku hingga waktu tertentu dan aku akan memberikan tambahan”. Jual beli pun terjadi, namun belum ada taqobudh (serah terima barang). Bentuk jual beli adalah menjual sesuatu yang belum ada dengan sesuatu yang belum ada. Dan di sana ada riba karena adanya tambahan.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
نَهَى عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ بِالْكَالِئِ
“Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli utang dengan utang” (HR. Ad
Daruquthni 3: 71, 72. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if
sebagaimana dalam Dho’iful Jaami’ 6061). Namun makna hadits ini benar dan
disepakati oleh para ulama, yaitu terlarang jual beli utang dengan utang.
Karena sebab
inilah dalam jual beli salam (uang dahulu, barang belakangan) berlaku
aturan uang secara utuh diserahkan di muka, tidak boleh ada yang tertunda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa