Rabu, 08 Juni 2022

Merujuk kepada ahli ilmu dalam memahami dalil

Dalam kasus di atas, ahlul bid’ah mempertentangkan dalil-dalil karena dalam memahami dalil mereka hanya mengandalkan logika semata, sama sekali enggan merujuk kepada penjelasan ulama. Padahal dalam surat Al Imran ayat 7 di atas, Allah telah mengisyaratkan bahwa untuk memahami dalil secara sempurna tanpa menolak sebagian dalil adalah dengan mengembalikannya kepada ahli ilmu yang raasikh (mendalam ilmunya). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, : “Ayat-ayat Al Qur’an yang diturunkan itu tidak saling mendustakan, bahkan saling membenarkan satu sama lain. Ayat-ayat yang kalian pahami, amalkanlah. Ayat-ayat yang kalian tidak pahami, kembalikanlah kepada orang alim yang memahaminyaHR. Ahmad 2/161, dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash radhiallahu'anhu. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Syarhu Al Aqidah At Thahawiyah, hal. 585

Selasa, 07 Juni 2022

Zhanni dan Qath’i itu nisbi

Penilaian qath’i atau zhanni terhadap sesuatu itu nisbi atau relatif. Bagi sebagian orang sesuatu itu qath’i, namun bagi yang lain zhanni. Dalam hal menilai sebuah dalil itu qath'i atau zhanni, relativitas di sini bergantung kepada:

SYUBHAT 4: DALALAH AYAT YANG DIANGGAP MENAFIKAN ADZAB KUBUR ADALAH QATH’I, SEDANGKAN DALALAH AYAT DAN HADITS YANG MENETAPKAN ADZAB KUBUR ADALAH ZHANNI

Dari surat Yasin ayat 52, mereka memahami bahwa jika orang yang mati dikatakan ‘tidur’ setelah ia mati sampai hari kebangkitan, maka tentu tidak ada adzab kubur atau nikmat kubur. Lalu mereka mengatakan bahwa pendalilan ayat ini adalah pendalilan yang qath’i (tegas dan jelas), atau dalalah qath’iyyah117. Sedangkan surat Ghafir (Al Mu’min) ayat 45-46 tentang Fir’aun dan kaumnya setelah matinya mereka dinampakkan neraka setiap pagi dan sore, jika ayat ini digunakan sebagai dalil untuk membenarkan adanya adzab kubur maka pendalilannya tidak qath’i, tidak tegas, belum jelas maksudnya atau dalalah zhanniyyah. Terlebih lagi terdapat perselisihan di antara para ulama apakah yang dimaksud surat Ghafir ayat 45- 46 atau semisalnya itu dirasakan oleh ruh dan jasad atau keduanya sekaligus. Perselisihan ini menambah ketidak-tegasan pendalilan ayat tersebut. Sehingga akhirnya mereka, dengan modal akal mereka, mengambil ayat dengan dalalah qath’iyyah menurut logika mereka, lalu menutup mata (baca: membuang) terhadap dalil yang menurut mereka memiliki dalalah zhanniyyah. Subhanallah! 

SYUBHAT 3: BEBERAPA ULAMA MENILAI HADITS AHAD BERNILAI ZHAN, SEHINGGA MEREKA PUN TIDAK MENGIMANI ADZAB KUBUR

Syubhat ini adalah turunan dari syubhat kedua. Dalam tulisan-tulisan mereka yang menolak adanya adzab kubur, mereka mengutip beberapa pernyataan sebagian ulama ahlussunnah yang menganggap hadits ahad hanya bernilai zhan dan tidak bernilai ilmu. Sehingga mengesankan bahwa sebagian ulama tersebut juga tidak mengimani adanya adzab kubur. Inilah kecurangan mereka dalam berargumentasi. 

Dalil ijma'

 Dalil ijma' 

Ijma para sahabat bahwa khabar ahad itu diterima Lihat Al Kifayah, 43-45; Raudhatun Nazhir 1/268-274; Syarh Kaukab Al Munir, 2/369-375. Di antara dalil ijma ini adalah hadits tentang pindahnya kiblat yang hanya dikabarkan oleh satu orang yang menyampaikan kabar dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasalallam. Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu,