Selasa, 07 Juni 2022

Dalil ijma'

 Dalil ijma' 

Ijma para sahabat bahwa khabar ahad itu diterima Lihat Al Kifayah, 43-45; Raudhatun Nazhir 1/268-274; Syarh Kaukab Al Munir, 2/369-375. Di antara dalil ijma ini adalah hadits tentang pindahnya kiblat yang hanya dikabarkan oleh satu orang yang menyampaikan kabar dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasalallam. Dari Anas bin Malik radhiallahu'anhu,

Dahulu Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Kemudian turun ayat (yang artinya) : “Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam” (QS. Al Baqarah: 144). Lalu lewatlah seorang lelaki dari Bani Salamah, ketika orang-orang sedang shalat dalam posisi rukuk (di masjid). Dan mereka sudah melalui satu raka'at. Orang tersebut pun menyeru: “Ketahuilah... kiblat telah diubah!”. Seketika itu orang-orang yang shalat segera mengubah arah kiblatnyaHR. Muslim no.527

Andaikan para sahabat tidak menerima khabar ahad, maka mereka tidak akan mengubah arah kiblat karena kabar dari satu orang saja. 

c. Hadits ahad adalah hujjah dalam masalah hukum ataupun akidah 

Dalil-dalil yang ada di poin b menunjukkan bahwa kebenaran atau hujjah itu diterima dari satu orang tanpa dirinci apakah perkaran aqidah atau bukan, berlaku secara umum dan mutlak. Bahkan hadits Muadz bin Jabal berbicara masalah aqidah. Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata, “Semua perkara aqidah mengenai asma dan sifat Allah Ta’ala hanya diketahui dari nash Kitabullah dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih atau dari ijma ulama. Sedangkan yang berasal dari hadits ahad, semuanya diterima dan tidak ada perdebatan tentang iniJaami’ Bayanil ‘Ilmi Wa Fadhlih, 2/96

Adapun membeda-bedakan penyikapan hadits Ahad dalam masalah aqidah dan masalah hukum adalah keyakinan baru dalam Islam, yang merupakan bid’ah. Pembedaan seperti ini tidak pernah dikenal oleh salah seorang sahabat Nabi, tidak juga oleh tabi’in, tabi’ut tabi’in, juga tidak dikenal oleh para Imam. Pembedaan seperti ini hanya dikenal dari tokohtokoh ahlul bid’ah dan yang mengikuti mereka Lihat Mukhtashar Shawa’iqil Mursalah, 503.

 Keyakinan bahwa masalah aqidah harus ditetapkan dengan hadits mutawatir itu sendiri merupakan sebuah aqidah (keyakinan) dalam agama. Kalau mereka konsisten, hendaknya mereka mendatangkan dalil yang mutawatir tentang adanya aqidah tersebut dalam Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa