Senin, 10 Oktober 2022

Lemak Bangkai, Apakah Boleh Dimanfaatkan?

Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini.

Pendapat pertama, lemak bangkai tidak boleh dimanfaatkan. Demikian pendapat jumhur atau mayoritas ulama sebagaimana kata Imam Nawawi.

Pendapat kedua, lemak bangkai boleh dimanfaatkan untuk tujuan selain dimakan.

Pendapat yang lebih tepat adalah lemak bangkai boleh dimanfaatkan, namun tidak boleh diperjualbelikan karena memanfaatkan masih lebih longgar dibanding jual beli. Tidak setiap yang haram diperjualbelikan, lantas haram untuk dimanfaatkan. Tidak ada konsekuensi di antara dua hal itu.[1]


[1] Minhatul 'Allam fii Syarh Bulughil Marom, 6: 16.

Demikian sobat jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang ingin ditanyakan, silahkan berkomentar ya!

Barang yang Haram Diperdagangkan

1- Khamar (minuman keras atau setiap yang memabukkan)

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ketika turun ayat-ayat akhir surat Al Baqarah (tentang haramnya khamar), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar lantas bersabda,

حُرِّمَتِ التِّجَارَةُ فِى الْخَمْرِ

Perdagangan khamar telah diharamkan.[1]

Mengenai definisi khamar telah disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

"Setiap yang memabukan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.”[2]  Jadi yang disebut khamar adalah yang memabukkan, baik pada cairan, benda padat, atau gas. Namun jika malah mematikan, itu bukanlah khamar, tetapi zat beracun. Definisi dari Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah sangat jelas dan itulah yang semestinya jadi pegangan.

Kurang tepat jika kita mengidentikkan alkohol dengan khamar. Tidak ada dalil dari pendapat tersebut. Tidak kita temukan dalam Al Qur’an, hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau pun konsensus ulama (baca: ijma’) yang menyatakan bahwa alkhol itu khamar.

2- Bangkai

3- Babi

4- Berhala

Dari Jabir bin Abdillah, beliau mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di Mekah saat penaklukan kota Mekah,

إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ ، وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ ، وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ . فَقَالَ « لاَ ، هُوَ حَرَامٌ » . ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عِنْدَ ذَلِكَ « قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ ، إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ



[1] HR. Bukhari no. 2226.

[2] HR. Muslim no. 2003.

"Sesungguhnya, Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi, dan patung." Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu mengenai jual beli lemak bangkai, mengingat lemak bangkai itu dipakai untuk menambal perahu, meminyaki kulit, dan dijadikan minyak untuk penerangan?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak boleh! Jual beli lemak bangkai itu haram." Kemudian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Semoga Allah melaknat Yahudi. Sesungguhnya, tatkala Allah mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjual minyak dari lemak bangkai tersebut, kemudian mereka memakan hasil penjualannya."[1]



[1] HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim, no. 4132.

Demikian sobat jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang ingin ditanyakan, silahkan berkomentar ya!

Hukum Jual Beli Air Kemasan

Air bisa terbagi menjadi tiga:

a- Air yang menjadi milik umum

Contohnya adalah air laut dan air sungai. Air semacam ini tidaklah dimiliki pihak tertentu.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pada dasarnya, Allah menciptakan air itu untuk dimanfaatkan bersama antara manusia dan hewan. Allah menjadikan air sebagai minuman untuk semua makhluk-Nya. Oleh karenanya, tidak ada orang yang lebih berhak atas air daripada yang lain, meski sumber air tersebut ada di dekatnya.”[1]

Dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِى ثَلاَثٍ فِى الْكَلإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

Kaum muslimin itu berserikat (dalam kepemilikan) pada tiga hal: rerumputan (yang tumbuh di tanah tak bertuan), air (air hujan, mata air, dan air sungai), dan kayu bakar (yang dikumpulkan manusia dari pepohonan).[2]

b- Air yang tertampung di sumur setelah digali atau air hujan yang ditampung di suatu tempat milik seseorang. Orang yang menampung itulah yang lebih berhak daripada orang lain. Namun ia tidak boleh menjual air tersebut sebelum ditampung. Air jenis ini boleh dimanfaatkan lebih dahulu, lalu diizinkan yang lain memanfaatkannya.

Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يُمْنَعُ فَضْلُ الْمَاءِ لِيُمْنَعَ بِهِ الْكَلأُ

Tidak boleh menghalangi orang yang mau memanfaatkan air yang menjadi sisa kebutuhan pemilik sumur dengan tujuan agar tidak ada orang yang menggembalakan ternaknya di padang rumput (yang tidak memiliki sumur).”[3]


[1] Zaadul Ma’ad, 5: 708.

[2] HR. Abu Daud no. 3477 dan Ahmad 5: 346. Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat penjelasan Al Baydhowi yang dinukil oleh Al Munawi dalam Faidhul Qodir 6: 271.

[3] HR. Bukhari no. 2353 dan Muslim no. 1566.

c- Air yang telah dikumpulkan di wadah atau kemasan. Air seperti ini sudah jadi milik perseorangan. Sebagaimana kayu bakar yang dikumpulkan dan dipikul sudah jadi milik orang yang mengusahakan hal tersebut. Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan,

لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ

Seseorang mengumpulkan seikat kayu bakar di punggungnya lebih baik dari seseorang yang meminta-minta lantas ia diberi atau ada yang tidak memberi.[1]

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma'ad [2] mengatakan, “Orang yang memasukkan air ke dalam wadah (kemasan) miliknya itu tidak termasuk  yang terlarang dalam hadits. Air yang sudah kita masukkan ke dalam wadah milik kita itu semisal dengan barang-barang yang aslinya adalah milik umum namun sudah kita pindah ke dalam kekuasaan kita lalu dijual, semisal kayu bakar yang diambil dari hutan, seikat rumput yang kita kumpulkan, dan garam yang kita ambil dari laut.”[3]



[1] HR. Bukhari no. 2074 dan Muslim no. 1042.

[2] Zaadul Ma’ad, 5: 708.

[3] Lihat Al Mukhtashor fil Mu’amalaat, hal.7.

Demikian sobat jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang ingin ditanyakan, silahkan berkomentar ya!

Hukum Memakai Barang Bajakan

Dalam kaedah fikih disebutkan,

لاَ يَجُوْزُ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِي مِلْكِ الغَيْرِ بِلاَ إِذْنٍ

Tidak boleh seseorang memanfaatkan kepemilikian orang lain tanpa izinnya.[1]

Di antara dalil kaedah tersebut adalah,

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ

Tidak halal harta seseorang kecuali dengan ridha pemiliknya.[2]

Ada pertanyaan yang pernah diajukan pada Al Lajnah Ad Daimah, Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia mengenai hukum barang bajakan.

Soal: Aku bekerja sebagai akuntan. Sejak memulai pekerjaanku ini, aku menggandakan program untuk mendukung pekerjaanku. Aku menggandakan program ini tanpa aku membeli program asli (original). Hal ini kulakukan karena kutemukan dalam program tersebut peringatan untuk menggandakan program tadi. Lebih-lebih mereka memperingatkan bahwa hak penggandaan telah dilindungi. Sebagaimana peringatan seperti ini banyak ditemukan dalam berbagai buku. Sedangkan pemilik program ini boleh jadi seorang muslim atau pun kafir. Pertanyaannya, apakah dibolehkan melakukan penggandaan seperti ini?

 

Jawaban: Tidak dibenarkan bagi Anda untuk menggandakan program-program komputer  yang pemiliknya melarang untuk menggandakan kecuali atas seizinnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

المُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوطِهِمْ

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Umat Islam berkewajiban memenuhi persyaratan yang telah disepakati."[3] Dan juga berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبة من نَفْسٍ

"Tidaklah halal harta seorang muslim kecuali atas kerelaan darinya".[4] Dan juga berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ سَبَقَ إِلَى مُبَاحٍ فَهُوَ أَحَقُّ بِهِ



[1] Lihat Ad Durul Mukhtaar fii Syarh Tanwirul Abshor pada Kitab Ghoshob, oleh ‘Alaud-din Al Hashkafiy.

[2] HR. Ahmad 5: 72. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits tersebut shahih lighoirihi.

[3] HR. Abu Daud no 3594. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

[4]HR. All Baihaqi dan Daruquthni. Lihat Irwaul Gholil no. 1459. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

"Barangsiapa telah lebih dahulu mendapatkan sesuatu yang mubah (halal) maka dialah yang lebih berhak atasnya".

Hukum ini berlaku baik pencetus program adalah seorang muslim atau kafir selain kafir harbi (yang dengan terus terang memusuhi Islam), karena hak-hak orang kafir selain kafir harbi dihormati layaknya hak-hak seorang muslim.[1]



[1] Fatawa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts All ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 13: 188, Fatwa no. 18453. Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh selaku wakti ketua, Syaikh Sholih Al Fauzan dan Syaikh Bakr Abu Zaid selaku anggota.

Demikian sobat jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang ingin ditanyakan, silahkan berkomentar ya!

Tentang Jual Beli Konsinyasi

Konsinyasi merupakan suatu perjanjian di mana pihak yang memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan memberikan komisi atau keuntungan sebagaimana yang telah disepakati. Jika ada barang yang tersisa, boleh dikembalikan pada pihak perusahaan. Pada kasus konsinyasi ini, toko adalah sebagai wakil dari perusahaan dalam menjual barang. Jual beli yang demikian itu dibolehkan dan sah.[1]


[1] Lihat Al Mukhtashor fil Mu'amalat, hal. 37.


Demikian sobat jika ada yang kurang dimengerti atau ada yang ingin ditanyakan, silahkan berkomentar ya!