Seorang yang hendak
berdagang dan menerjuni dunia bisnis hendaknya membekali diri dengan ilmu agama
yang mumpuni terlebih dulu. Minimal yang wajibnya sudah dipahami seputar jual
beli yang terlarang misalnya. Karena kalau bekal ilmu seperti ini tidak
dimiliki, maka hanyalah kesia-siaan yang didapati.
Mu'adz bin Jabal
berkata,
العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
"Ilmu adalah
pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang ilmu.”[1]
Ibnu Taimiyah berkata,
"Niat dan amalan jika tidak didasari dengan ilmu, maka yang ada hanyalah
kebodohan dan kesesatan, serta memperturut hawa nafsu. Itulah beda antara orang
Jahiliyah dan seorang muslim."[2]
Imam Bukhari, di
awal-awal kitab shahihnya, beliau membawakan bab, “Al ‘ilmu qoblal qouli wal
‘amali (ilmu sebelum berkata dan berbuat).” Setelah itu beliau membawakan firman Allah Ta’ala,
"Maka ilmuilah (ketahuilah)!
Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah
ampunan bagi dosamu" (QS. Muhammad: 19). Lalu Imam Bukhari mengatakan,
“Dalam ayat ini, Allah memerintahkan memulai dengan ilmu sebelum amalan.”
Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu,
sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu harus
ada lebih dahulu sebelum beramal.
Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah
berdalil dengan surat Muhammad ayat 19 untuk menunjukkan keutamaan ilmu. Hal
ini sebagaimana dikeluarkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah ketika menjelaskan
biografi Sufyan dari jalur Ar Robi’ bin Nafi’ darinya, bahwa Sufyan membaca
ayat (yang artinya), “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu”,
lalu beliau mengatakan,
أَلَمْ تَسْمَع أَنَّهُ بَدَأَ بِهِ فَقَالَ : " اِعْلَمْ
" ثُمَّ أَمَرَهُ بِالْعَمَلِ ؟
“Tidakkah engkau
mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ‘ilmuilah’, kemudian
Allah memerintahkan untuk beramal?”[3]
Ibnul Munir rahimahullah
menjelaskan
maksud Imam Bukhari di atas,
أَرَادَ بِهِ أَنَّ الْعِلْم شَرْط فِي صِحَّة الْقَوْل وَالْعَمَل ،
فَلَا يُعْتَبَرَانِ إِلَّا بِهِ ، فَهُوَ مُتَقَدِّم عَلَيْهِمَا لِأَنَّهُ
مُصَحِّح لِلنِّيَّةِ الْمُصَحِّحَة لِلْعَمَلِ
[1] Majmu' Al Fatawa, 28: 136.
[2] Idem.
[3]
Fathul Bari karya Ibnu Hajar, 1: 160.
[4] Idem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa