Masalah: Menerima orderan Nashrani yang terdapat
salib
Pertanyaan serupa pernah
ditanyakan kepada ulama besar, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Ibnu Taimiyah rahimahullah
dalam Majmu’ Al Fatawanya,
“Apakah berdosa jika seseorang menjahitkan
sabuk sutra yang merupakan orderan dari orang Nashrani yang nantinya akan
diberi simbol salib dari emas? Bagaimanakah upah yang diperoleh, halal ataukah
haram?”
Beliau rahimahullah
menjawab,
[1] Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ
“Janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan
melanggar batasan Allah.” (QS. Al Maidah: 2)
[2] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya,
orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang
yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta
diantarkan.” (HR. Abu Daud no. 3674 dan Ibnu Majah no. 3380, dari Ibnu ‘Umar.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih. Lihat Shahih At
Targhib wa At Tarhib no. 2356)
Jika suatu perbuatan yang membantu pada suatu maksiat saja terlarang, apalagi menolong dalam kekufuran dan syiar kekafiran. Perlu
diketahui bahwa salib itu tidak boleh diperjual belikan dengan maksud mengambil
keuntungan. Begitu pula tidak boleh memberikannya secara cuma-cuma, tanpa
mendapatkan upah (keuntungan) sama sekali. Seseorang tidak boleh menjual salib
sebagaimana tidak boleh menjual berhala (patung) dan tidak boleh pula memproduksinya.
Larangan ini sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةَ
وَالْخِنْزِيرَ وَالْأَصْنَامَ
“Sungguh Allah
telah mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan berhala”.[1]
Begitu pula Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melaknat orang yang membuat gambar (makhluk yang memiliki
ruh seperti manusia dan hewan)[2].
Nabi shallallallahu ‘alaihi wa sallam jika melihat gambar semacam itu di
rumah, beliau pun mencabutnya.
Oleh karena itu, orang
yang membuat salib dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang mengambil
upah dari suatu jual beli yang diharamkan, atau mengambil manfaat darinya
(seperti mengambil upah dari distribusi khamar, membuat salib, melacur atau
upah lainnya dari segala jual beli yang diharamkan), maka hendaklah ia
menyedekahkan hasil penjualannya itu, lalu ia bertaubat dari perbuatan yang
haram tadi. Sedekahnya tersebut ialah sebagai penebus (kafaroh) dari
perbuatan haram yang ia lakukan. Upah ini sama sekali tidak boleh dimanfaatkan
oleh dirinya karena penghasilan semacam itu adalah penghasilan yang khobits
(kotor). Upah yang ia terima tersebut tidak perlu ia kembalikan kepada si
pembeli karena pembeli tersebut sudah menyerahkannya dan ia sudah bersedekah
dengannya. Pendapat ini adalah yang menjadi pendapat para ulama sebagaimana
dipilih oleh Imam Ahmad dalam masalah upah yang diperoleh oleh orang yang
mendistribusikan khamar. Juga semacam ini menjadi pendapat pengikut Imam Malik
dan ulama lainnya. [3]
[1] HR. Bukhari no. 2236 dan Muslim no. 1581.
[2]
Selama yang dilukis atau dibuat jadi patung bukan makhluk bernyawa, maka itu
dibolehkan. Namun jika yang dilukis atau dibentuk menjadi patung adalah makhluk
bernyawa (manusia dan hewan), maka sudah seharusnya dijauhi.
Dalam
sebuah hadits dari Sa'id bin Abi Al Hasan berkata; Aku pernah bersama Ibnu
'Abbas radhiyallahu 'anhu ketika datang seorang kepadanya seraya
berkata,"Wahai Abu 'Abbas, aku adalah seorang yang mata pencaharianku
adalah dengan keahlian tanganku yaitu membuat lukisan seperti ini". Maka
Ibnu 'Abbas berkata, "Aku tidaklah menyampaikan kepadamu perkataan
melainkan dari apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam yang Beliau bersabda: "Siapa yang membuat gambar lukisan, Allah
akan menyiksanya hingga dia meniupkan ruh (nyawa) kepada gambarnya itu dan
sekali-kali dia tidak akan bisa melakukannya selamanya". Maka orang tersebut
sangat ketakutan dengan wajah yang pucat pasi lalu berkata: "Bagaimana
pendapatmu kalau aku tidak bisa meninggalkannya kecuali tetap menggambar?"
Dia (Ibnu 'Abbas) berkata, "Gambarlah olehmu pepohonan dan setiap sesuatu
yang tidak memiliki nyawa". (HR. Bukhari no. 2225 dan Muslim no. 2110).
[3] Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 22/141, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426.
Syaikh Sholih Al Munajid
hafizhohullah menjelaskan, “Memproduksi salib, membelinya, memasang
salib di pakaian, di dinding atau semacamnya adalah suatu yang yang diharamkan.
Seorang muslim tidak boleh melakukan hal semacam ini. Seorang muslim tidak
boleh membuat muslim lalu ia kenakan sendiri atau ia memproduksinya untuk
digunakan oleh yang lainnya. Seharusnya setiap muslim bertakwa pada Allah.
Hendaklah ia menjauhi syi’ar-syi’ar kekafiran yang telah menjadi simbol agama
Nashrani.”[1]
Dalam Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah[2]
disebutkan,
“Tidak boleh seorang
muslim memproduksi salib, dan tidak boleh ia menyuruh untuk membuatkannya. Yang
dimaksud memproduksi tadi adalah membuat simbol seperti salib (simbol
“palang”). Tidak boleh pula seorang muslim mengenakan salib, baik ia
menggantungkannya, meletakkannya pada sesuatu atau tidak menggantungkannya sama
sekali.
Tidak boleh seorang
muslim menampakkan syi’ar kekafiran semacam ini di tengah-tengah kaum muslimin
(baik di jalan, tempat umum atau tempat khusus). Salib tersebut sama sekali
tidak boleh dipasang di pakaian. Hal ini berdasarkan riwayat dari ‘Adi bin Hatim
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم-
وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ « يَا عَدِىُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا
الْوَثَنَ »
“Aku pernah mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika itu di leherku ada salib
dari emas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengatakan, “Wahai
‘Adi, jauhkanlah berhala (maksudnya: salib) tersebut darimu!”[3]
Sehingga saran kami,
sebaiknya order semacam itu tidak diterima dengan alasan-alasan yang telah
disebutkan di atas. Sungguh banyak sekali orderan lainnya yang bisa membuat
bisnis kita menjadi lebih berkah karena yang diharap hanyalah ridha Allah
semata. Ingatlah selalu firman Allah Ta’ala,
{ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } {
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
“Barangsiapa bertakwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3).
Perhatikanlah pula
wejangan suri tauladan kita berikut,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti
padamu dengan yang lebih baik bagimu.”[4]
[1] Al Islam Sual wa Jawab, fatwa no. 121170, Syaikh Sholih
Al Munajid, http://islamqa.com/ar/ref/121170/
[2] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/4244-4245, Asy
Syamilah.
[3] HR. Tirmidzi no. 3095. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits tersebut hasan.
[4] HR.
Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa