Seakan-akan masa depan seseorang selalu
suram. Akan terjadi kecelakaan, rumah tidak aman dan bisa saja terbakar atau
terjadi pencurian, perusahaan pun tidak bisa dijamin berjalan terus, pendidikan
anak bisa jadi tiba-tiba membutuhkan biaya besar di tahun-tahun mendatang.
Itulah gambaran yang digembosi pihak asuransi. Yang digambarkan adalah masa
depan yang selalu suram. Tidak ada rasa tawakkal dan tidak percaya akan janji
Allah yang akan selalu memberi pertolongan dan kemudahan. Kenapa asuransi yang
selalu dijadikan solusi untuk masa depan? Ulasan sederhana kali ini akan
mengulas mengenai asuransi dan bagaimanakah seharusnya kita bersikap.
Mengenal Asuransi
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau
ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain
sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat
diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit,
di mana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu
sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. (Wikipedia)
Berbagai Alasan Terlarangnya
Asuransi
Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik
asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi dagang, asuransi mobil, dan asuransi
kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi bermasalah karena di dalamnya
terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak jelasan
atau spekulasi tinggi).
Berikut adalah rincian mengapa asuransi
menjadi terlarang:
1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah
akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih
mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak
jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab akan menerima timbal
balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa mendapatkan
klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta klaim.
Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya.
Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama
bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.
Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran
klaim sebagai timbal balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran
klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi
sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan
kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung
unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar
atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak mendapatkan accident atau bisa pula
terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada spekulasi yang besar. Pihak
pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak mengeluarkan ganti rugi apa-apa.
Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena banyak yang mendapatkan
musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi tidak mendapatkan
klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident atau
mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa kali,
namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi
yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi
berdasarkan keumuman ayat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan” (QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir
adalah judi.
3. Asuransi mengandung
unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang
berlebih) dan riba nasi'ah (riba karena penundaan) secara
bersamaan. Bila perusahaan asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli
warisnya uang klaim yang disepakati, dalam jumlah lebih besar dari nominal
premi yang ia terima, maka itu adalah riba fadhel. Adapun bila
perusahaan membayar klaim sebesar premi
yang ia terima namun ada penundaan, maka itu adalah riba nasi'ah
(penundaan). Dalam hal ini nasabah seolah-olah memberi pinjaman pada pihak
asuransi. Tidak diragukan kedua riba tersebut haram menurut dalil dan ijma'
(kesepakatan ulama).
4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan
taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui terdapat taruhan, maka ini sama
halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama dengan taruhan dalam judi.
Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak setiap orang, ada yang
mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini diharamkan karena bentuk
judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga permainan sebagaimana
disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لاَ
سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ
“Tidak ada taruhan
dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan pacuan kuda”
(HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu Majah no.
2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama
memisalkan tiga permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam
perjuangan Islam, seperti lomba untuk menghafal Al Qur’an dan lomba menghafal
hadits. Sedangkan asuransi tidak termasuk dalam hal ini.
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk
memakan harta orang lain dengan jalan yang batil. Pihak asuransi mengambil
harta namun tidak selalu memberikan timbal
balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (yang ada syarat mendapatkan
keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman
firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ
تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku saling ridha di antara kamu” (QS. An Nisa’:
29). Tentu setiap orang tidak ridha jika telah memberikan uang, namun tidak
mendapatkan timbal balik atau keuntungan.
6. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan
tanpa ada sebab yang syar’i. Seakan-akan nasabah itu memaksa accident itu
terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak asuransi untuk memberikan ganti rugi
padahal penyebab accident bukan dari mereka. Pemaksaan seperti ini jelas
haramnya.
[Dikembangkan dari penjelasan Majlis Majma
Fikhi di Makkah Al Mukarromah, KSA]
“Masa Depan Selalu Suram”
Ganti dengan “Tawakkal”
Dalam rangka promosi, yang ditanam di benak
kita oleh pihak asuransi adalah masa depan yang selalu suram. “Engkau bisa
saja mendapatkan kecelakaan”, “Pendidikan anak bisa saja membengkak dan
kita tidak ada persiapan”, “Kita bisa saja butuh pengobatan yang
tiba-tiba dengan biaya yang besar”. Itu slogan-slogan demi menarik kita
untuk menjadi nasabah di perusahaan asuransi. Tidak ada ajaran bertawakkal
dengan benar. Padahal tawakkal adalah jalan keluar sebenarnya dari segala
kesulitan dan kekhawatiran masa depan yang suram. Karena Allah Ta’ala sendiri
yang menjanjikan,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى
اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya
Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath Tholaq: 2-3).
Tawakkal adalah dengan menyandarkan hati
kepada Allah Ta’ala. Namun bukan cukup itu saja, dalam tawakkal juga
seseorang mengambil sebab atau melakukan usaha. Tentu saja, sebab yang diambil
adalah usaha yang disetujui oleh syari’at. Dan asuransi sudah diterangkan
adalah sebab yang haram, tidak boleh seorang muslim menempuh jalan tersebut.
Untuk membiayai anak sekolah, bisa dengan menabung. Untuk pengobatan yang
mendadak tidak selamanya dengan solusi asuransi kesehatan. Dengan menjaga diri
agar selalu fit, juga persiapan keuangan untuk menjaga kondisi kecelakaan tak
tentu, itu bisa sebagai solusi dan preventif yang halal. Begitu pula dalam hal
kecelakaan pada kendaraan, kita mesti berhati-hati dalam mengemudi dan hindari
kebut-kebutan, itu kuncinya.
Yang kami saksikan sendiri betapa banyak
kecelakaan terjadi di Saudi Arabia dikarenakan banyak yang sudah
mengansuransikan kendaraannya. Jadi, dengan alasan “kan, ada asuransi”,
itu jadi di antara sebab di mana mereka asal-asalan dalam berkendaraan. Jika
mobil rusak, sudah ada ganti ruginya. Oleh karenanya, sebab kecelakaan
meningkat bisa jadi pula karena janji manis dari asuransi.
Ingatlah setiap rezeki tidak mungkin akan
luput dari kita jika memang itu sudah Allah takdirkan. Kenapa selalu terbenak
dalam pikiran dengan masa depan yang suram? Dari Jabir bin ‘Abdillah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ
وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ
رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ
خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau
kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya
tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh
rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan
tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari
rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram" (HR. Ibnu Majah no. 2144,
dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).
Penutup
Dari penjelasan di atas tentu saja kita dapat
menyimpulkan haramnya asuransi, apa pun jenisnya jika terdapat
penyimpangan-penyimpangan di atas meskipun mengatasnamakan “asuransi syari’ah”
sekali pun. Yang kita lihat adalah hakekatnya dan bukan sekedar nama dan
slogan. Seorang muslim jangan tertipu dengan embel syar’i belaka. Betapa banyak
orang memakai slogan “syar’i", namun nyatanya hanya sekedar bualan.
Nasehat kami, seorang muslim tidak perlu
mengajukan premi untuk tujuan asuransi tersebut. Klaim yang diperoleh pun jelas
tidak halal dan tidak boleh dimanfaatkan. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa
mendapatkannya dan sudah terikat dalam kontrak kerja, maka hanya boleh
memanfaatkan sebesar premi yang disetorkan semacam dalam asuransi kesehatan dan
tidak boleh lebih dari itu. Jika seorang muslim sudah terlanjur terjerumus,
berusahalah meninggalkannya, perbanyaklah istighfar dan taubat serta perbanyak
amalan kebaikan. Jika uang yang ditanam bisa ditarik, itu pun lebih ahsan (baik).
Catatan: Asuransi yang kami bahas di atas adalah
asuransi yang bermasalah karena terdapat pelanggaran-pelanggaran sebagaimana
yang telah disebutkan. Ada asuransi yang disebut dengan asuransi ta’awuni
yang di dalamnya hanyalah tabarru’at (akad tolong menolong) dan asuransi
seperti ini tidaklah bermasalah. Barangkali perlu ada bahasan khusus untuk
mengulas lebih jauh mengenai asuransi tersebut. Semoga Allah mudahkan dan
memberikan kelonggaran waktu untuk membahasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa