Riba seperti
telah kita ketahui bersama berarti tambahan, sebagaimana makna secara bahasa.
Sedangkan secara istilah berarti tambahan pada sesuatu yang khusus.
Barang Ribawi
Tadi disebutkan
mengenai riba adalah tambahan pada barang yang khusus. Ini menunjukkan bahwa
riba tidaklah berlaku pada setiap tambahan. Dalam jual beli misalnya, kita
menukar satu mobil dengan dua mobil, maka tidak ada masalah karena mobil bukan
barang ribawi. Jika kita menukar kitab dengan dua kitab, juga tidak masalah.
Namun dikatakan riba ketika ada tambahan dan terjadi pada barang yang
diharamkan adanya sesuatu tambahan. Barang semacam ini dikenal dengan barang
atau komoditi ribawi. Ada enam komoditi ribawi yang disebutkan dalam hadits
adalah:
- Emas
- Perak
- Gandum halus
- Gandum kasar
- Kurma
- Garam
Dari Abu Sa’id Al
Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ
بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ
بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ
أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ
“Jika
emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan
gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual
dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau
timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau
meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan
tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa” (HR. Muslim
no. 1584).
Dalam hadits di
atas, kita bisa memahami dua hal:
1. Jika barang
sejenis ditukar, semisal emas dengan emas atau gandum dengan gandum, maka ada
dua syarat yang mesti dipenuhi yaitu: tunai dan semisal dalam takaran atau
timbangan.
2. Jika barang
masih satu ‘illah atau satu kelompok ditukar, maka satu syarat yang
harus dipenuhi yaitu: tunai, walau dalam takaran atau timbangan salah satunya
berlebih.
Apakah barang
ribawi hanya terbatas pada enam komoditi di atas? Para ulama mengqiyaskannya
dengan barang lain yang semisal. Namun mereka berselisih mengenai ‘illah atau
sebab mengapa barang tersebut digolongkan sebagai barang ribawi.
Menurut ulama
Hanafiyah dan Hambali, ‘illahnya pada emas dan perak karena
keduanya adalah barang yang ditimbang, sedangkan empat komoditi lainnya
adalah barang yang ditakar.
Menurut ulama
Malikiyah, ‘illahnya pada emas dan perak karena keduanya
sebagai alat tukar secara umum atau sebagai barang berharga untuk
alat tukar, dan sebab ini hanya berlaku pada emas dan perak. Sedangkan
untuk empat komoditi lainnya karena sebagai makanan pokok yang dapat
disimpan.
Menurut ulama
Syafi’iyah, ‘illah pada empat komoditi yaitu karena mereka
sebagai makanan. Ini qoul jadid (perkataan terbaru ketika di Mesir) dari
Imam Syafi’i. Sedangkan menurut qoul qodiim (perkataan yang lama ketika
di Baghdad) dari Imam Syafi’i, beliau berpendapat bahwa keempat komoditi
tersebut memiliki ‘illah yaitu sebagai makanan yang dapat ditakar atau
ditimbang. Ulama Syafi’iyah lebih menguatkan qoul jadid dari Imam
Syafi’i. Sedangkan untuk emas dan perak karena keduanya sebagai alat tukar
atau sebagai barang berharga untuk alat tukar.
Menurut Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, ‘illah pada empat komoditi adalah
sebagai makanan yang dapat ditakar atau ditimbang. Sedangkan pada emas
dan perak adalah sebagai alat tukar secara mutlak. Sehingga semisal emas
dan perak karena memiliki ‘illah yang sama adalah mata uang logam atau pun
kertas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa