Jumat, 27 Mei 2022

Larangan mendatangi/singgah di tempat-tempat yang mengandung kecurigaan

Ketiga: Tidak boleh duduk-duduk di sekitar orang yang minum khamar. 

‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan kepada segenap manusia bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia duduk di tempat yang di sana terdapat khamar yang diedarkan.” (HR. Ahmad, 1:20. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain, sedangkan sanad hadits ini dhaif. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib menyatakan bahwa hadits ini sahih dilihat dari jalur lain). 

Pelajaran penting dari hadits di atas adalah hendaknya menjauhi tempat syubhat (yang mengundang kecurigaan). 

Dari Ummul Mukminin Shafiyyah binti Huyay bin Akh-thab radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah beriktikaf di masjid, lantas aku mengunjungi beliau pada malam hari lalu berbincang-bincang dengan beliau, lalu aku berdiri. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengantarkanku pulang ke rumah.” Rumah Shafiyyah Ketika itu di rumah Usamah bin Yazid. Ketika mengantarkan pulang, lewatlah dua orang Anshar di jalan. Dua orang Anshar itu memandang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan penuh curiga), kemudian mereka bergegas melewati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Tak perlu curiga seperti itu, ini adalah istriku Shafiyyah binti Huyay.” Mereka berdua pun mengatakan, “Subhanallah, wahai Rasulullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia melalui pembuluh darahnya. Aku benar-benar khawatir ada sesuatu prasangka jelek yang ada dalam diri kalian berdua.” (HR. Bukhari, no. 2038 dan Muslim, no. 2175). 

Hadits ini berisi perintah untuk menjaga diri dari tempat yang mengundang kecurigaan orang lain. Sebagian ulama mengatakan bahwa kedua orang Anshar ini bisa saja kafir karena tuduhan mereka. Akan tetapi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mengajarkan umatnya. Intinya, para ulama dan yang menjadi pengikut mereka tidak boleh melakukan sesuatu yang mengundang prasangka jelek pada mereka. Walaupun di situ bisa ada jalan keluar dengan memberikan penjelasan (membantah tuduhan tadi). Akan tetapi, kecurigaan seperti ini akan membuat keengganan mengambil ilmu dari mereka.

Hadits ini juga menunjukkan begitu bahayanya serangan setan pada jiwa. Walaupun prasangka itu sulit dicegah sehingga seseorang tidak dihukum karenanya. Lihat penjelasan Ibnu Daqiq Al-‘Ied (ulama yang hidup antara tahun 625 – 702 H) dalam Ihkam Al- Ahkam Syarh ‘Umdah Al-Ahkam, hlm. 438.

Sumber :  E Book Miras Biang Kerusakan (Penerbit Rumaysho)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika Ilmunya bermanfaat, mohon untuk menyebar 1 kebaikan apa saja ke yang lain, direkomendasikan untuk bersedekah berapapun jumlahnya, semoga ke depan urusannya semakin dipermudah. Jika ingin berpartisipasi dalam amal jariah dengan menyebar kebaikan dan hal positif lainnya, atau mentraktir segelas kopi dapat mengirimkan Donasinya ke Rek BSI 7052259422 an S***** M******. Jazakallah Khairan Katsiraa